Senin, 13 Juni 2011

Contoh Program Kerja Sekolah

Program kerja pertama: Peningkatan Manajemen sekolah

Sasaran :

  • Memberikan Sosialisasi internal kepada Wakil Kepala Sekolah, Komite Sekolah, OSIS, Tenaga Teknis dan Administrasi.
  • Melaksanakan Visi, misi, dan tujuan sekolah yang melibatkan seluruh komponen sekolah.
  • Melakukan koordinasi secara terus menerus kepada warga sekolah, komite dan pemerintah termasuk masyarakat sekitar
  • Pembagian tugas yang profesional dan porposional
  • Melakukan evaluasi dan supervisi terhadap pelaksanaan program.

Penanggungjawab : ( Kepala Sekolah )

Program Kerja Kedua: pengembangan kurikulum dan sistem pengujian

Sasaran :

  • Sosialisasi internal kepada Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Komite Sekolah, OSIS, Tenaga Teknis dan Administrasi terhadap pengembangan kurikulum KTSP
  • Pengembangan dan penerapan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) secara berjenjang
  • Penyususnan dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP)yang lengkap (praturan dan kebijakan, penerapan kurikulum sekolah, prota, prosem, silabus, RPP, dan bahan ajar)
  • Optimalisasi penggunaan pembelajaran yang didukung dengan ICT.
  • Penyelenggaraan pengujian yang menggunakan semua aspek (kognitif, afektif, psikomotorik) dan berkesinambungan untuk setiap matapelajaran
  • Penambahan buku-buku yang bersifat umum untuk pepustakaan sekolah.

Penanggung Jawab : ( Wakasek Kurikulum )

Program ketiga: Pembinaan kesiswaan

Sasaran :

  • Menciptakan siswa yang berkepribadian kuat, berakhlak, disiplin, bermotifasi belajar tinggi dan mempunyai semangat keunggulan.
  • Melaksanakan ajang pertunjukan kreatifitas seni dan olahraga melalui even-even besar sekolah seperti GALAKSI perpisahan, dll.
  • Membentuk tim dan kelompok seni maupun olahraga yang mendukung pengembangan potensi peserta didik.
  • Peningkatan siswa yang berprestasi baik di bidang intrakurikuler maupun ekstra kurikuler.
  • Melaksanakan program Salam Sapa Senyum

Penanggungjawab : (Wakasek Bidang Kesiswaan )

Program kerja keempat: Penambahan sarana dan parasarana

Sasaran :

  • Pengadaan laboratorium multimedia dan internet
  • Pengadaan/penambahan buku perpustakaan
  • Melengkapi laboratorium fisika, kimia, biologi dan laboratorium komputer
  • Pengembangan Paket Aplikasi sekolah (PAS) beserta jaringan
  • Pengembangan perpustakaan dan gedung aula
  • Tersedianya mobilitas pembelajaran dengan pemanfaatan ICT
  • Penataan dan pengembangan sarana olahraga
  • Pengadaan audio kelas dengan sistem multicontrol
  • Rehab ruang kelas yang rusak
  • Penataan kantin sekolah

Penanggungjawab : ( Wakasek Sarana-Prasarana )

Program kerja kelima: Pengembangan ketenagaan/personalia

  • Penambahan tenaga edukatif dan administratif yang berkompeten
  • Peningkatan profesionalisme tenaga edukatif dan administratif
  • Peningkatan disiplin dan etos kerja tenaga edukatif dan administratif.
  • Peningkatan kualifikasi guru matapelajaran
  • Pelatihan komputer dasar guru (word, excel, dan power point) didalam penggunaan media pembelajaran
  • Pelatihan Paket Aplikasi Sekolah (PAS) bagi guru dan staf Tata Usaha
  • Pelatihan lanjutan guru didalam penggunaan media internet

Program kerja keenam: Outsourcing dan Lainnya

  • Mencari dukungan dewan komite sekolah dan masyarakat terhadap pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
  • Mencari dukungan pemerintah daerah, dinas diknas dan perguruan tinggi didalam mewujudkan sekolah yang lebih berkualitas

Beberapa Temuan Hasil Penelitian Tentang MBS

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan kebijakan pendidikan yang amat populer. Para pejabat sering menyampaikannya dalam berbagai kesempatan pidato di depan para guru dan kepala sekolah. Bahkan orangtua siswa pun telah banyak mengenalnya dari pengurus Komite Sekolah atau memperolehnya dari kesempatan pelatihan.

Tetapi, apakah semua pemangku kepentingan (stakeholder) itu mamang benar-benar memahami apa dan bagaimana MBS dilaksanakan di sekolah? Istilahnya memang cukup singkat dan padat. Kalau dibalik, MBS menjadi nama aslinya, yaitu School-Based Management (SBM).
MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau manajemen yang bermarkas di sekolah. Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan material.
Singkat kata, ruh MBS sesungguhnya adalah pemberian otonomi kepada sekolah dalam pelaksanaan manajemen. Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu, maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Terkait dengan penerapan MBS, pertanyaan yang sering diajukan adalah tentang hasil penelitian tentang MBS. Apa saja temuan hasil penelitian tentang penerapan MBS? Benarkah penerapan MBS memang benar-benar dapat mendongkrak mutu pendidikan? Tulisan singkat ini dimaksudkan untuk menjawab beberapa pertanyaan tersebut. Sebagian besar isi tulisan ini disarikan dari artikel bertajuk ”Improving The Quality of Education Through School-Based Management: Learning From International Experiences”, oleh Anton De Grouwe dalam jurnal International Review of Education. Tulisan ini, sudah tentu juga diberi bumbu-bumbu contoh yang terjadi di negeri sendiri.
Empat Model MBS
Leithwood dan Menzies (1998b) menemukan empat model MBS dari hasil penelitiannya, yaitu:

  1. Kontrol administratif, kepala sekolah dominan sebagai representasi dari administrasi pendidikan.
  2. Kontrol profesional, pendidik menerima otoritas.
  3. Kontrol masyarakat, kelompok masyarakat dan orangtua peserta didik, melalui Komite Sekolah, terlibat dalam kegiatan sekolah.
  4. Kontrol secara seimbang, orangtua siswa dan kelompok profesional (kepala sekolah dan pendidik) saling bekerja sama secara seimbang.

Keempat model MBS tersebut sebenarnya merupakan berbagai varian yang muncul dalam  proses pemberian otonomi. Pada awal pemberian otonomi, model yang pertama (kepala sekolah dominan) telah lahir dengan sosok sebagai raja-raja kecil yang berkuasa di berbagai satuan organisasi, termasuk kabupaten/kota sampai dengan satuan pendidikan sekolah. Model kedua, para guru telah dilibatkan dalam manajemen sekolah. Model ketiga, masyarakat dan orangtua siswa telah dilibatkan dalam kegiatan sekolah. Model keempat adalah model ideal yang diharapkan. Model keempat ini merupakan model hubungan sinergis antara keluarga, sekolah, dan masyarakat, yang diharapkan dapat mendongkrak upaya peningkatan mutu pendidikan.    
Sejarah MBS
Negara Inggris Raya, New Zealand, beberapa negar bagian di Australia, dan Amerika Serikat adalah negara yang pertama kali pada tahun 1970-an telah menerapkan kebijakan MBS dalam agenda pembangunan pendidikannya. Pada tahun 1990-an, kebijakan MBS kemudian diadopsi di negara-negara Asia, termasuk wilayah Hongkong, Sri Langka, Korea, Nepal, dan dunia Arab. Daerah Eropah Timur, revolusi politik pada tahun 1990-an telah menimbulkan perubahan dalam kebijakan pendidikan, yang kemudian merambat ke daerah Afrika, kawasan Latim Amerika, dan negara-negara berkembang lainnya di seluruh dunia. Penerapan MBS, baik di negara maju, apalagi di negara yang sedang berkembang, mengalami pro dan kontra, dan bahkan dilema.   
Pro dan kontra MBS dan Dampak Negatif MBS
Ada beberapa hasil penelitian yang dapat digolongkan sebagai pihak yang pro dan kontra terhadap MBS. Sebagai contoh, Dimmock (1993) dan Caldwell (1994) menemukan bahwa MBS memiliki lima keunggulan sebagai berikut:

  1. MBS adalah lebih demokratis. MBS memungkinan guru dan orangtua siswa dapat mengambil keputusan tentang pendidikan dengan cara-cara yang lebih demokratis daripada hanya sekedar memberikan kewenangan kepada  orang-orang yang terbatas atau satu kelompok orang pada level pusat.
  2. MBS adalah lebih relevan.
  3. MBS adalah tidak birokratis.
  4. MBS memungkinkan untuk lebih memiliki akuntabilitas.
  5. MBS memungkinkan untuk dapat memobilisasi sumberdaya secara lebih besar.

Dalin (1994), Carron dan Chau (1996) menemukan dalam penelitiannya bahwa kualitas pendidikan lebih ditentukan oleh cara sekolah mengelola sumber daya ketimbang oleh ketersediaan sumber dayanya sendiri. Sumber daya yang ada di sekolah boleh jadi akan menjadi mala petaka bagi semua pihak jika kepala sekolah tidak dapat mengelolanya secara transparan. Faktor lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah kemampuan kepala sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar. Dengan demikian, kedua faktor tersebut (ketersediaan sumber daya dan proses belajar mengajar) harus dikelola secara profesional oleh pihak sekolah.
Penerapan MBS di sekolah di banyak negara berkembang, walaupun bagaimana, sering tidak memperoleh dukungan yang memadai dari pihak penguasa lokal maupun dari masyarakat. Pemerintah daerah yang lemah tidak dapat diharapkan untuk mendukung pelaksanaan prinsip manajemen modern (demokratis, transparan, dan akuntabel). Pelaksanaan MBS di sekolah, seperti dalam mengelola dana BOS dan DAK, pihak kepala sekolah dan Komite Sekolah masih juga memperoleh tekanan dari berbagai pihak. Campur tangan pemerintah daerah pada umumnya bukan dalam bentuk supervisi yang positif, tetapi justru berupa intervensi negatif. Bahkan, tidak sedikit kepala sekolah yang dikejar-kejar ’wartawan amplop” yang sering nongkrong di sekolah untuk menunggu datangnya kepala sekolah. Itulah sebabnya penerapakan MBS di sekolah pada sisi yang lain menjadi ladang yang subur untuk tumbuhnya KKN di level birokrasi yang paling bawah ini.  Itulah sebabnya, ada kepala sekolah yang kemudian tidak mau pekerjaan manajemen yang berat ini, karena alasan beban berat sebagai pemimpin instruksional (instructional leader) atau pemimpin dalam bidang kependidikan (pedagogical leader) menjadi amburadul, lantaran disibukkan oleh pekerjaan teknis administratif dan manajerial yang harus dituntaskan setiap hari. Dengan beban pekerjaan yang berat ini, ada beberapa kepala sekolah di SD yang terpaksa harus belanja komputer, buku pelajaran, alat tulis kantor (ATK), karena SD tidak memiliki staf administrasi sebagaimana di SMP dan SMA. Akibatnya, pelaksanaan MBS di sekolah menjadi dilema (Dempster, 2000). Bahkan penerapan MBS boleh jadi menimbulkan stres berat bagi kepala sekolah (Whitaker, 2003 dan William, 2003).
Penerapan MBS ternyata juga sarat dengan masalah bias gender. Limerick dan Anderson, 1999) menengarai adanya masalah bias gender, karena banyak kepala sekolah wanita yang merasakan keberatan untuk melaksanakan beban berat mengurus bidang administrasi dan manajemen tersebut. Seorang kepala sekolah di SMA pernah mendatangi penulis dan menjelaskan bahwa sekolahnya terpaksa menolak bantuan block grant dari pemerintah. Alasannya sudah jelas, karena urusan teknis edukatif di sekolahnya menurutnya menjadi tidak terurus dengan baik lagi.
Penerapan MBS juga mengalami masalah, khususnya di daerah yang pedesaan atau daerah yang terpencil (remote areas). Banyak orangtua siswa dan masyarakat di pedesaan yang tidak mau terlibat dalam kegiatan Komite Sekolah. Masalahnya ternyata bukan hanya karena masalah kapasitasnya yang rendah, tetapi lebih karena budaya yang hanya menyerahkan bulat-bulat urusan pendidikan kepada pihak sekolah. Bahkan, dalam beberapa kasus, penerapan MBS lebih sebagai instrumen politik untuk membangun kekuasaan. Dengan MBS, seakan-akan pemerintah telah memberikan otonomi kepada sekolah, padahal sesungguhnya sekolah dan masyarakat belum siap untuk menerima semua itu.  Hal yang sama pun terjadi di negara maju seperti di negara bagian Australia. Representasi dari masyarakat kelompok minoritas dinilai kecil dalam komposisi kepengurusan Komite Sekolah (Ferguson, 1998).
Dampak negatif yang sama terjadi dalam pelaksanaan desentralisasi di Afrika Barat (Lugaz dan De Grouwe), dimana penerapan MBS di sekolah justru dapat menyebabkan meningkatnya monopoli kekuasaan di level pemerintah daerah. Orangtua dan pendidik hampir tidak punya pengetahuan untuk mengontrol penggunaan uang sekolah yang telah diterima oleh sekolah. Tidak adanya transparansi dalam penggunaan uang sekolah dari orangtua siswa tersebut sering menimbulkan kesan terjadinya monopoli kekuasaan pada level pemerintah daerah.
Dampak MBS Terhadap Mutu Pendidikan
Hasil penelitian tentang dampak penerapan MBS terhadap mutu pendidikan ternyata sangat bervariasi. Ada penelitian yang menyatakan negatif. Ada yang kosong-kosong. Ada pula yang positif.
Penelitian yang dilakukan oleh Leithwood dan Menzies (1998a) dengan 83 studi empirikal tentang MBS menyatakan bahwa penerapan MBS terhadap mutu pendidikan ternyata negatif, “there is virtually no firm”.  Fullan (1993) juga menyatakan kesimpulan yang kurang lebih sama. “There is also no doubt that evidence of a direct cause-and-effect relationship between self-management and improved outcomes is minimal”. Tidak diragukan lagi bahwa hubungan sebab akibat hubungan antara MBS dengan peningkatan mutu hasil pendidikan adalah minimal. Hal ini dapat dimengerti karena penerapan MBS tidak secara langsung terkait dengan kejadian di ruang kelas.
Sebaliknya, Gaziel (1998) menyimpulkan hasil penelitian di sekolah-sekolah Esrael bahwa ”greater school autonomy has a positive impact on teacher motivation and commitment and on the school’s achievement”.  Pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah telah mempunyai dampak positif terhadap motivasi dan komitmen guru dan terhadap keberhasilan sekolah. Hasil penelitan William (1997) di Kerajaan Inggris dan New Zealand menunjukkan bahwa “the increase decision-making power of principals has allowed them to introduce innovative programs and practices”. Peningkatan kemampuan kepala sekolah dalam pengambilan keputusan telah membuat memperkenalkan program dan praktik (penyelenggaraan pendidikan) yang inovatif.  Geoff Spring, arsitek reformasi di Australia Selatan dan Victoria menyatakan bahwa “school-based management has led to higher student achievement” De Grouwe (1999)  Hal yang menggembirakan juga dinyatakan oleh King dan Ozler (1998) menyatakan bahwa “enhanced community and parental involvement in EDUCO schools has improved students’ language skills and diminished absenteeism”.  Jemenez dan Sawada (1998) menyimpulkan bahwa pelibatan masyarakat dan orangtua siswa mempunyai dampak jangka panjang dalam peningkatan hasil belajar.  
Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Penerapan MBS
Konsep MBS merupakan kebijakan baru yang sejalan dengan paradigma desentraliasi dalam pemerintahan. Strategi apa yang diharapkan agar penerapan MBS dapat benar-benar meningkatkan mutu pendidikan.
Pertama, salah satu strategi adalah menciptakan prakondisi yang kondusif untuk dapat  menerapkan MBS, yakni peningkatan kapasitas dan komitmen seluruh warga sekolah, termasuk masyarakat dan orangtua siswa. Upaya untuk memperkuat peran kepala sekolah harus menjadi kebijakan yang mengiringi penerapan kebijakan MBS. ”An essential point is that schools and teachers will need capacity building if school-based management is to work”. Demikian De grouwe menegaskan.
Kedua, membangun budaya sekolah (school culture) yang demokratis, transparan, dan akuntabel. Termasuk membiasakan sekolah untuk membuat laporan pertanggungjawaban kepada masyarakat. Model memajangkan RAPBS di papan pengumuman sekolah yang dilakukan oleh Managing Basic Education (MBE) merupakan tahap awal yang sangat positif. Juga membuat laporan secara insidental berupa booklet, leaflet, atau poster tentang rencana kegiatan sekolah. Alangkah serasinya jika kepala sekolah dan ketua Komite Sekolah dapat tampil bersama dalam media tersebut.
Ketiga, pemerintah pusat lebih memainkan peran monitoring dan evaluasi. Dengan kata lain, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu melakukan kegiatan bersama dalam rangka monitoring dan evaluasi pelaksanaan MBS di sekolah, termasuk pelaksanaan block grant yang diterima sekolah.   
Keempat, mengembangkan model program pemberdayaan sekolah. Bukan hanya sekedar melakukan pelatihan MBS, yang lebih banyak dipenuhi dengan pemberian informasi kepada sekolah. Model pemberdayaan sekolah berupa pendampingan atau fasilitasi dinilai lebih memberikan hasil yang lebih nyata dibandingkan dengan pola-pola lama berupa penataran MBS.
Refleksi
Masih banyak lagi sebenarnya hasil penelitian tentang penerapan MBS yang belum dapat dipaparkan dalam tulisan singkat ini. MBS telah banyak diterapkan di sekolah, bukan hanya di negara maju, tetapi juga telah menyebar di negara-negara sedang berkembang. Penerapan MBS telah banyak menjanjikan untuk peningkatan mutu pendidikan. Penerapan MBS akan berhasil jika diberikan prakondisi dengan membangun kapasitas dan komitmen sekolah, termasuk semua pemangku kepentingan, yang memiliki bertanggung jawab bersama terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam menerapkan MBS amat dipengaruhi oleh kepedulian pemerintah pusat dan daerah untuk mendorong dan memberikan kesempatan sekolah menerapkan MBS di sekolah.

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH: PERMASALAHAN DAN PEMECAHANNYA

1. Resistensi terhadap perubahan

Setidaknya ada dua jenis resistensi terhadap penerapan MBS yaitu resistensi pada sumberdaya manusia dan resistensi pada organisasi. Resistensi pada sumberdaya manusia disebabkan oleh ketidakmampuan, ketakutan terhadap perubahan, kurang bisa melihat keuntungan, kekurangpercayaan, dan merasa terganggu terhadap kemapanan yang telah lama melekat padanya.

Sedang resistensi pada organisasi setidaknya meliputi struktur organisasi sekolah termasuk pembagian kerja yang belum pas dalam sekolah dan antara sekolah dengan dinas pendidikan dan komite sekolah. Selain itu, miskin komunikasi antara pihak-pihak terkait dengan MBS, ketidakjelasan tujuan yang akan dicapai oleh sekolah dan upaya-upaya untuk mencapainya juga menjadi faktor yang menyebabkan resistensi.

Pemecahan:

Perlu dilakukan restrukturisasi organisasi sekolah agar roles, relationships, rules and regularities and accountabity sesuai dengan keyakinan, nilai, dan norma-norma baru yang terkandung dalam MBS. Selain itu, sekolah perlu menumbuhkan dan mengembangkan kultur baru yang dituntut oleh MBS melalui penyadaran (diskusi, pembiasaan, contoh, dsb.) bahwa kehidupan adalah perubahan sehingga kemapanan yang selama ini mereka miliki perlu dicairkan.

2. Miskin wawasan tentang konsep sekolah sebagai sistem

Permasalahan utama yang dihadapi oleh sekolah dalam melaksanakan MBS adalah miskinnya wawasan warga sekolah dan unsur-unsur terkait tentang konsep sekolah sebagai sistem. Terlihat cara berpikir mereka sering parsial (tidak utuh/holistic), meloncat-loncat (tidak runtut), dan kurang memahami bahwa upaya-upaya yang ditempuh dalam mengembangkan sekolah haruslah dilakukan secara kolektif dan bukannya isolatif.

Pemecahan:

Perlu dilakukan sosialisasi tentang pentingnya berpikir sistem, cara-cara berpikir sistem, dan penerapannya untuk pengelolaan dan pengembangan sekolah sehingga tertanam cara-cara berpikir dan perbuatan yang bersifat holistik/sistemik. Sosialisasi dapat dilakukan melalui penataran dan pembimbingan.

3. Kesulitan dalam menyusun rencana pengembangan sekolah (RPS)

Sampai saat ini, banyak sekolah yang RPS nya kurang memadai yaitu kurang sesuai dengan kriteria RPS yang baik. Padahal RPS sangat penting dilakukan untuk memberi arah dan bimbingan para penyelenggara sekolah dalam rangka menuju perubahan/tujuan yang lebih baik (peningkatan, pengembangan) dengan resiko yang kecil dan untuk mengurangi ketidakpastian masa depan sekolah. Tanpa perencanaan sekolah yang baik akan menyebabkan ketidakjelasan tujuan yang akan dicapai, resiko besar dan ketidakpastian dalam menyelenggarakan semua kegiatan sekolah.

RPS merupakan dynamic blue print sekolah yang memuat gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan. Perlu digarisbahwahi bahwa dalam situasi yang turbulen seperti saat ini, RPS harus bersifat luwes/kenyal dan dinamis (planning dynamics), tidak kaku. Selain itu, RPS harus menerapkan prinsip-prinsip RPS yang baik yaitu: memperbaiki output sekolah, demand driven (prioritas kebutuhan sekolah), partisipasi, keterwakilan, data driven, realistis sesuai dengan hasil analisis SWOT, mendasarkan pada hasil review dan evaluasi, keterpaduan, holistic/tersistem, dan transparansi.

Pemecahan:

Perlu dilakukan peningkatan kemampuan sekolah dalam menyusun RPS melalui penerbitan pedoman/panduan penyusunan RPS dan penataran-panataran penyusunan RPS yang dilakukan secara intensif. Selama ini keduanya sudah dilakukan sehingga yang diperlukan adalah intensifikasi dan ekstensifikasinya.

4. Miskin wawasan tentang konsep manajemen berbasis sekolah (MBS)

Secara agregatif, masih banyak sekolah yang belum memahami esensi konsep MBS. Masih banyak juga sekolah yang belum melaksanakan MBS secara konsisten menurut aspek dan fungsi manajemen secara utuh. Aspek-aspek manajemen sekolah yang dimaksud meliputi kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana, dana, dan hubungan masyarakat. Fungsi-fungsi manajemen sekolah yang dimaksud meliputi: pengambilan keputusan, pemformulasian tujuan dan kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pen-staf-an, pengkomunikasian, pelaksanaan, pengkoordinasian, pensupervisian, dan pengontrolan.

Pemecahan:

Seperti butir 3, perlu dilakukan peningkatan kemampuan sekolah dalam memahami dan melaksanakan MBS melalui penerbitan pedoman/panduan penyusunan MBS dan penataran-panataran MBS yang dilakukan secara intensif. Selama ini keduanya juga sudah dilakukan sehingga yang diperlukan adalah intensifikasi dan ekstensifikasinya.

5. Kesulitan menerapkan prinsip-prinsip MBS yang baik

Pengamatan selama ini menunjukkan bahwa masih banyak sekolah yang belum menerapkan prinsip-prinsip MBS yang baik secara konsisten, yaitu partisipasi, transparansi, akuntabilitas, keadilan, penegakan hukum, cepat tanggap, demokrasi, tanggungjawab, efisiensi dan efektivitas, profesionalisme, berwawasan ke depan (futuristic), dan pengawasan serta kontrol yang efektif.

Pemecahan:

Perlu diterbitkan panduan yang spesifik tentang prinsip-prinsip MBS yang baik dan dilakukan focus group discussion (FGD) lintas unsur-unsur dalam sekolah dan dengan lintas organisasi yaitu dengan Komite Sekolah, Dinas Pendidikan, dan Dewan Pendidikan. Penyusunan RPS yang dilakukan secara partisipatif, laporan program dan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel adalah merupakan upaya untuk merealisasikan prinsip-prinsip MBS yang baik.

6. Kesiapan Sekolah dalam melaksanakan KBK

Kurikulum berbasis kompetensi (KBK) telah dikenalkan di sejumlah sekolah. Namun setelah dicermati, tingkat kesiapan mereka belum memadai seperti yang dituntut oleh KBK. KBK adalah kurikulum yang disusun berdasarkan standar kompetensi. KBK, adalah salah satu komponen pendidikan berbasis kompetensi (PBK). PBK sebagai sistem tersusun dari rangkaian komponen-komponen yang saling terkait secara hirarkis sebagai berikut: (a) standar kompetensi, (b) kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi dan disebut kurikulum berbasis kompetensi/KBK, (c) penyelenggaraan proses belajar mengajar yang mengacu pada KBK, (d) evaluasi berdasarkan standar kompetensi, dan (e) sertifikasi untuk menyatakan penguasaan kompetensi pada tingkat tertentu.

Pemecahan:

Perlu penyusunan panduan pelaksanaan KBK yang lebih akurat, perlu sosialisasi KBK lebih intensif melalui lokakarya bagi seluruh unsur yang terkait dengan implementasi KBK, dan perlu dukungan sumberdaya manusia dan sumberdaya selebihnya (dana, sarana prasarana) karena KBK menuntut pembelajaran yang lebih konkret bukan sekadar abstrak, realitas dan bukan artificial, actual dan bukan sekadar tekstual, nyata dan tidak sekadar maya, dan ini semua hanya bisa dilakukan melalui pendekatan pembelajaran learning by doing, mastery learning, and contextual learning, yang jelas memerlukan sarana dan prasarana.

7. Ketidak jelasan dalam manajemen tenaga kependidikan

Masalah manajemen tenaga kependidikan di sekolah sebenarnya sudah secara konseptual telah jelas karena P3D (personel, peralatan, pendanaan, dan dokumen) sudah diserahkan ke daerah. Yang belum jelas adalah implementasinya. Sampai saat ini, perencanaan, rekrutmen, penempatan, pemanfaatan, pengembangan, pemutasian, hubungan kerja, penilaian kinerja, pendataan, dan hal-hal lain yang terkait dengan manajemen tenaga kependidikan masih kurang jelas. Tidak hanya itu, rekrutmen kepala sekolah tidak lagi sepenuhnya menggunakan persyaratan-persyaratan sebagaimana dituntut oleh Kepmendikbud nomor 0296/U/1996 (diperbarui menjadi Kepmendiknas nomor 17/U/2003). Akibatnya, sulit memperoleh the right person, in the right place. Padahal, MBS menuntut kepala sekolah yang tangguh, yaitu kepala sekolah yang kuat manajemen dan kepemimpinannya.

Pemecahan:

Perlu dibahas secara intensif tentang manajemen tenaga kependidikan melalui pertemuan-pertemuan lintas organisasi yaitu Sekolah, Dinas Pendidikan dan Pemda Kabupaten/Kota/Propinsi, dan Depdiknas untuk mencari solusi kejelasan implementasi manajemen tenaga kependidikan.

8. Belum optimalnya partisipasi/dukungan stakeholders

Salah satu inti MBS adalah partisipasi, baik dari warga dalam sekolah maupun warga masyarakat yang berpengaruh maupun yang dipengaruhi oleh sekolah (stakeholders). Wadah partisipasi stakeholders sudah ada yaitu Komite Sekolah, namun dukungan riil dari mereka, baik intelektual, moral, financial, dan material, masih beragam.

Pemecahan:

Perlu dilakukan advokasi melalui pertemuan-pertemuan, perlu meningkatkan partisipasi stakeholders dalam berbagai kegiatan sekolah, perlu publikasi melalui media tertulis/elektronik, perlu komunikasi secara intensif melalui berbagai media, perlu digalakkan transparansi, dan perlu peningkatan relasisasi dengan stakeholders melalui berbagai events.

9. Ketidakpastian dalam pembiayaan sekolah

Dua hal yang mengganjal dalam pembiayaan pendidikan di sekolah yaitu: (1) siapa yang membayar, berapa banyak, untuk apa dan (2) formula sistem pembiayaan per siswa dan per jadwal mata pelajaran. Sampai saat ini, butir (1) belum jelas sehingga akhir-akhir ini banyak protes dari masyarakat tentang mahalnya biaya pendidikan. Padahal, sebenarnya biaya tersebut belum cukup untuk membiayai sekolah secara wajar.

Pemecahan:

Perlu segera dicari formula system pembiayaan per siswa dan per jadwal mata pelajaran malalui pengkajian/penelitian yang dilakukan secara intensif. Best practices tentang pembiayaan pendidikan dari negara-negara lain, khususnya menyangkut formula funded system, perlu dikaji secara eklektif inkorporatif.

10. Kekurangjelasan tata pemerintahan pendidikan

Telah terbukti bahwa masih banyak tumpang tindih pembagian kerja (division of labor) antara unsur-unsur yang terkait dengan sekolah. Pembagian kerja antara Sekolah dan Komite Sekolah, pembagian kerja antara Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan, dan antara Dewan Pendidikan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), masih memerlukan kejelasan. Jika demikian, tata pemerintahan dalam pendidikan (governance in education) akan kurang mendukung terhadap implementasi MBS.

Pemecahan:

Perlu dibahas secara lintas organisasi mengenai fungsi, struktur organisasi, pembagian kerja (division of labor) dari masing-masing pihak yang terkait dengan tata pemerintahan pendidikan di sekolah melalui lokakarya dan pengkajian tentang praktek-praktek terbaik tata pemerintahan pendidikan di sekolah-sekolah lain.

PEMBAGIAN TUGAS PERSONIL SEKOLAH

Jika difikirkan secara mendasar dan mendalam, ternyata mengelola dan mengatur jalannya roda sinergi dalam suatu organisasi sekolah cukup terasa amat berat, tetapi jika semua itu dijalankan semata-mata karena ridho Allah maka hal itu semua bisa teratasi dengan baik, apalgi sekarang ada istilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) yang sedang digalakan oleh pemerintah dan era keterbukaan public (transfaransi), akuntabilitas, dan apa lagilah istilahnya…saya lupa….yang pasti dalam era otonomi sekolah istilah MBS sangat amat popular, sehubungan dengan hal itu, maka sudah sepantasnyalah suatu organisasi sekolah memiliki suatu job description (pembagian tugas) yang cukup jelas agar jalannya roda aktivitas tidak terhenti….tidaklah berlebihan kiranya anda untuk mencoba membaca suatu artikel yang ada di bawah ini….semoga bermanfaat…amin.

RINCIAN TUGAS BEBERAPA PERSONIL SEKOLAH

A. KEPALA SEKOLAH

Kepala Sekolah berfungsi sebagai Edukator, Manager, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator dan Motivator (EMASLIM).

a) Kepala Sekolah selaku edukator bertugas melaksanakan proses pengajaran secara efektif dan efisien (lihat tugas guru).

b) Kepala Sekolah selaku manajer mempunyai tugas :

1. Menyusun perencanaan.

2. Mengorganisasikan kegiatan.

3. Mengarahkan / mengendalikan kegiatan.

4. Mengkoordinasikan kegiatan.

5. Melaksanakan pengawasan.

6. Menentukan kebijaksanaan.

7. Mengadakan rapat mengambil keputusan.

8. Mengatur proses belajar mengajar.

9. Mengatur administrasi :

1) Katatausahaan.

2) Kesiswaan

3) Ketenagaan

4) Sarana Prasarana

5) Keuangan

c) Kepala Sekolah selaku administrator bertugas menyelenggarakan administrasi memunyai tugas:

1) Perencanaan.

2) Pengorganisasian.

3) Pengarahan dan pengendalian.

4) Pengkoordinasian.

5) Pengawasan.

6) Evaluasi.

7) Kurikulum.

8) Kesiswaan.

9) Ketatausahaan.

10) Ketenagaan.

11) Kantor.

12) Keuangan.

13) Perpustakaan.

14) Laboratorium.

15) Ruang keterampilan – kesenian.

16) Bimbingan konseling.

17) UKS.

18) OSIS.

19) Serbaguna.

20) Media pembelajaran.

21) Gudang.

22) 7K.

23) Sarana / prasarana dan perlengkapan lainnya.

d) Kepala Sekolah selaku Supervisor bertugas menyelenggarakan supervisi mengenal:

1) Proses belajar mengajar.

2) Kegiatan bimbingan.

3) Kegiatan ekstrakulikuler.

4) Kegiatan kerja sama dengan masyarakat / instansi lain.

5) Kegiatan ketatausahaan.

6) Sarana dan prasarana.

7) Kegiatan OSIS.

8) Kegaitan 7K.

9) Perpustakaan.

10) Laboratorium.

11) Kantin / warung sekolah.

12) Koperasi sekolah.

13) Kehadiran guru, pegawai, dan siswa.

B.  WAKIL KEPALA SEKOLAH

Menyusun perencanaan, membuat program kegiatan dan pelaksanaan program meliputi : Pengorganisasian, Pengarahan, Ketenagaan, Pengkoordinasian, Pengawasan, Penilaian, Identifikasi dan Pengumpulan Data, Penyusunan Laporan

C.   KURIKULUM

  • Menyusun dan menjabarkan Kalender Pendidikan
  • Menyusun Pembagian Tugas Guru dan Jadwal Pelajaran
  • Mengatur Penyusunan Program Pengajaran (Program Semester, Program Satuan Pelajaran, dan Persiapan Mengajar, Penjabaran dan Penyesuaian Kurikulum).
  • Mengatur pelaksanaan program penilaian Kriteria Kenaikan Kelas, Kriteria Kelulusan dan Laporan Kemajuan Belajar Siswa serta pembagian Raport dan STTB.
  • Mengatur pelaksanaan program perbaikan dan pengayaan.
  • Mengatur pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar.
  • Mengatur Pengembangan MGMP dan Koordinator mata pelajaran.
  • Mengatur Mutasi Siswa
  • Melaksanakan supervisi administrasi dan akademis.
  • Menyusun Laporan.

D.   KESISWAAN

  • Menuyusun Program Pembinaan kesiswaan/OSIS
  • Membimbing, mengarahkan dan mengendalikan kegiatan siswa/OSIS dalam menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah
  • Mengatur pelaksanaan Bimbingan Konseling.
  • Mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan 7K (Keamanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan, Kekeluargaan, Kesehatan dan Kerindangan).
  • Mengatur dan membina program kegiatan OSIS meliputi Kepramukaan, Palang Merah Remaja (PMR), Kelompok Ilmiah Remaja (KIR), Usaha Kesehatan Sekolah (UKS), Patroli Keamanan Sekolah (PKS) Paskibra.
  • Mengatur pelaksanaan Kurikuler dan Ekstra Kurikuler.
  • Menyusun dan mengatur pelaksanaan pemilihan siswa teladan sekolah.
  • Menyelenggarakan Cerdas Cermat, Olah Raga Prestasi.
  • Menyeleksi calon untuk diusulkan mendapat beasiswa.

E.   SARANA PRASARANA

  • Merencanakan kebutuhan sarana prasarana untuk menunjang proses belajar mengajar.
  • Merencanakan program pengadaannya.
  • Mengatur pemanfaatan Sarana Prasarana.
  • Mengelola perawatan, perbaikan dan pengisian.
  • Mengatur pembukuannya.
  • Menyusun laporan.

F.   HUBUNGAN DENGAN MASYARAKAT (HUMAS)

  • Mengatur dan mengembangkan hubungan dengan Komite Sekolah dan peran Komite Sekolah.
  • Menyelenggarakan pameran hasil pendidikan di sekolah (gebyar seni).
  • Mengatur hubungan sekolah dengan orang tua/wali siswa.
  • Membina hubungan antara sekolah dengan instansi lainnya.
  • Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi dan perkembangan sekolah kepada orang tua siswa dan atau masyarakat.
  • Mengkoordinir kegiatan silaturahmi, rekreasi dan acara kekeluargaan
  • Menyusun laporan.

G.   G U R U

  • Membuat Perangkat program pengajaran (Silabus, Program tahunan/semester, Program Rencana Pengajaran,Program mingguan guru, LKS}
  • Melaksanakan kegiatan pembelajaran
  • Melaksanakan kegiatan Penilaian PRoses Belajar, Ulangan Harian, Ulangan Umum, Ujian Akhir.
  • Melaksanakan analisis hasil ulangan harian.
  • Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.
  • Mengisi daftar nilai siswa.
  • Melaksanakan kegiatan membimbing (pengimbasan pengetahuan) kepada guru lain dalam proses kegiatan belajar mengajar.
  • Membuat alat pelajaran / alat peraga.
  • Menumbuh kembangkan sikap menghargai karya seni.
  • Mengikuti kegiatan pengembangan dan pemasyarakatan kurikulum.
  • Melaksanakan tugas tertentu di sekolah.
  • Mengadakan pengembangan program pengajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
  • Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar.
  • Mengisi dan meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pelajaran.
  • Mengatur keberhasilan ruang kelas dan pratikum.
  • Mengumpulkan dan menghitung angka kredit untuk kenaikan perangkatnya.

H. GURU PIKET

· Bertanggung jawab atas kegiatan belajar mengajar di sekolah

· Menjaga ketertiban dan keamanan sekolah

· Mengambil tindakan yang diperlukan untuk ketertiban dan keamanan sekolah.

· Mengusahakan agar kelas-kelas kosong karena guru berhalangan hadir, dapat diisi dengan tertib

· Melarang/mengijinkan seseorang/sekelompok siswa untuk meninggalkan sekolah pada jam pelajaran tertentu.

· Mencatat kehadiran guru-guru sehari-hari

· Mencatat suatu kejadian disekolah selama bertugas.

I.   WALI KELAS

  • Pengelolaan kelas
  • Penyelenggaraan administrasi kelas meliputi : Denah tempat duduk siswa, Papan absensi siswa, Daftar pelajaran kelas, Daftar piket kelas,Buku absensi siswa, Buku kegiatan pembelajaran/buku kelas, Tata tertib siswaPenyusunan pembuatan statistik bulanan siswa
  • Pengisian daftar kumpulan nilai (legger)
  • Pembuatan catatan khusus tentang siswa
  • Pencatatan Mutasi siswa
  • Pengisian buku laporan penilaian hasil belajar.
  • Pembagian buku laporan hasil belajar.

J.   GURU BIMBINGAN DAN KONSELING

  • Penyusunan program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling
  • Koordinasi dengan wali kelas dalam rangka mengatasi masalah-masalah yang dihadapi oleh siswa tentang kesulitan belajar.
  • Memberikan layanan dan bimbingan kepada siswa agar lebih berprestasi dalam Kegiatan belajar.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada siswa dalam memperoleh gambaran tentang lanjutan pendidikan dan lapangan pekerjaan yang sesuai.
  • Mengadakan penilaian pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan.
  • Menyusun Satatistik hasil penilaian B.K
  • Melaksanakan kegiatan analisis hasil evaluasi belajar
  • Menyusun dan melaksanakan program tindak lanjut Bimbingan dan Konseling
  • Menyusun laporan pelaksanaan Bimbingan dan Konseling

K.   PUSTAKAWAN SEKOLAH

  • Perencanaan pengadaan buku/bahan pustaka/media elektronik
  • Pengurusan pelayanan perpustakaan
  • Perencanaan pengembangan perpustakaan
  • Pemeliharaan dan perbaikan buku-buku / bahan pustaka / media elektronika
  • Inventarisasi dan pengadministrasian buku-buku / bahan pustaka / media elektronika
  • Melakukan layanan bagi siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya, serta masyarakat.
  • Penyimpanan buku perpustakaan / media elektronika
  • Menyusun Tata tertib perpustakaan
  • Menyusun Laporan pelaksanaan kegiatan perpustakaan secara berkala.

L.    LABORATORIUM IPA DAN BAHASA

  • Perencanaan pengadaan alat dan bahan laboratorium
  • Menyusun jadwal dan tata tertib penggunaan laboratorium
  • Mengatur penyimpanan dan daftar alat-alat laboratorium
  • Memelihara dan perbaikan alat-alat laboratorium
  • Inventarisasi dan pengadministrasian peminjam alat-alat laboratorium
  • Menyusun laporan pelaksanaan kagiatan laboratorium

M.   KEPALA TATA USAHA

  • Penyusunan program kerja tata usaha sekolah
  • Pengelolaan keuangan sekolah
  • Pengurus administrasi ketenagaan dan siswa
  • Pembinaan dan pengembangan karir pegawai tata usaha sekolah
  • Penyusunan administrasi perlengkapan
  • Penyusunan dan penyajian data/statistik sekolah
  • Mengkoordinasikan dan melaksanakan 7K
  • Penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pengurusan ketata usahaan secara berkala.

N. BENDAHARA BOS:

· Membukukan arus uang masuk dan keluar.

· Membayar gaji dan honorarium serta kesejahteraan Guru/Pegawai pada waktu yang tepat.

· Mengadministrasikan keuangan sekolah sesuai dengan petunjuk.

· Setiap pengeluaran keuangan harus sepengetahuan/persetujuan Kepala Sekolah.

· Mengendalikan keuangan sesuai dengan RABPS.

· Menyusun laporan keuangan secara rutin dan bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah.

O. Laboran Laboratorium Komputer.

· Merencanakan pengadaan alat, bahan dan barang untuk komputer.

· Membersihkan dan merawat perangkat komputer.

· Memeriksa stabilitas aliran listrik.

· Memperbaiki / menyimpan alat, bahan, barang Informatika Teknologi.

· Membuat / mengatur jadwal penggunaan Informatika Teknologi.

· Menginventarisir dan mengadministrasikan alat, bahan dan barang.

· Menyusun laporan pendayagunaan/pemanfaatan kepada Kepala Sekolah.

Minggu, 12 Juni 2011

SEKOLAH YANG EFEKTIF

Sekolah yang efekif pada umumnya memiliki sejumlah karakteristik proses sebagai berikut:

1. Memiliki proses belajar mengajar yang efektivitasnya tinggi.

Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki efektivitas proses . belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini ditunjukkan oleh sifat PBM yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. PBM bukan sekadar memorisasi dan recall, bukan sekadar penekanan pada penguasaan pengetahuan tentang apa yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih menekankan pada intemalisasi tentang apa yang diajarkan sehingga tertanam dan berfungsi sebagai muatan nurani clan dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam kehidupan sehari­hari oleh peserta didik (pathos). PBM yang efektif juga lebih menekankan pada belajar mengetahui (learning to know), belajar bekeria (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

2. Kepemimpinan sekolah yang kuat

Pada sekolah yang menerapkan MPMBS, kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, clan menyerasikan semua sumberdaya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah. Secara umum, kepala sekolah tangguh memiliki kemampuan memobilisasi sumberdaya sekolah, terutama sumberdaya manusia, untuk mencapai tujuan sekolah.

3. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib

Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning). Karena itu, sekolah yang efektif selalu menciptakan iklim sekolah yang aman, nyaman, tertib melalui pengupayaan faktor-faktor yang dapat menumbuhkan iklim tersebut. Dalam hal ini, peranan kepala sekolah sangat penting sekali.

4. Pengelolaan tenaga kependiikan yang efektif

Tenaga Kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Sekolah hanyalah merupakan wadah. Sekolah yang menerapkan MPMBS menyadari tentang hal ini. Oleh karena itu, pengelolaan tenaga kependidikan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanaan, pengembangan, evaluasi kinerja, hubungan kerja, hingga sampai pada imbal jasa, merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah.

Terlebih-lebih pada pengembangan tenaga kependidikan, ini harus dilakukan secara terus-menerus mengingat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedemikian pesat. Pendeknya, tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menyukseskan MPMBS adalah tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi, selalu mampu dan sanggup menjalankan tugasnya dengan baik.

5. Sekolah memiliki budaya mutu

Budaya mutu tertanam di sanubari semua warga sekolah, sehingga setiap perilaku selalu didasari oleh profesionalisme. Budaya mutu memiliki elemen-elemen sebagai berikut: (a) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan, bukan untuk mengadili/ mengontrol orang; (b) kewenangan harus sebatas tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti penghargaan (rewards) atau sanksi (pun­ishment); (d) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetisi, harus merupakan basis untuk kerjasama; (e) warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya; (f) atmosfir keadilan (fairness) harus ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga sekolah merasa memiliki sekolah.

6. Sekolah memiliki”teamwork” yang kompak, cerdas, dan dinamis

Kebersamaan (teamwork) merupakan karakteristik yang dituntut oleh MPMBS, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Karena itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu dalam sekolah, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.

7. Sekolah memiliki kewenangan (kemandirian)

Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan keda yang tidak selalu menggantungkan'p'ada atasan. Untuk menjadi mandiri, sekolah harus memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjalankan tugasnya.

8. Partisipasi yang tinggi dai warga sekolah dan masyarakat

Sekolah yang menerapkan MPMBS memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar rasa memiliki; makin besar rasa memiliki, makin besar pula rasa tanggungjawab; dan makin besar rasa tanggungjawab, makin besar pula tingkat dedikasinya.

9. Sekolah memilikiketerbukaan (transparansi) manajemen

Keterbukaan/transparansi dalam pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang menerapkan MPMBS. Keterbukaan/ transparansi ini ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, penggunaan uang, dan sebagainya, yang selalu melibatkan pihak-pihak terkait sebagai alas kontrol.

10. Sekolah memiliki kemauan untuk berubah (psikologis dan fisik)

Perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi semua warga sekolah. Sebaliknya, kemapanan merupakan musuh sekolah. Tentu saja yang dimaksud perubahan adalah peningkatan, baik bersifat fisik maupun psikologis. Artinya, setiap dilakukan perubahan, hasilnya diharapkan lebih baik dari sebelumnya (ada peningkatan) terutama mute peserta didik.

11. Sekolah melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan

Evaluasi belajar secara teratur bukan hanya ditujukan untuk mengetahui tingkat daya serap dan kemampuan peserta didik, tetapi yang terpenting adalah bagaimana memanfaatkan hasil evaluasi belajar tersebut untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar di sekolah. Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu peserta didik clan mutu sekolah secara keseluruhan clan secara terns menerus.

Perbaikan secara terns-menerus harus merupakan kebiasaan warga sekolah. Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu, sistem mutu yang baku sebagai acuan bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu yang dimaksud harus mencakup struktur organisasi, tanggungjawab, prosedur, proses clan sumberdaya untuk menerapkan manajemen mutu.

12. Sekolah responsive dan antisipatif terhadap kebutuhan

Sekolah selalu tanggap/responsif terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Karena itu, sekolah selalu membaca lingkungan dan menanggapinya secara cepat dan tepat. Bahkan, sekolah ticlak hanya mampu menyesuaikan terhadap perubahan/tuntutan, akan tetapi juga mampu mengantisipasi hal­hal yang mungkin bakal terjadi. Menjemput bola, adalah padanan kata yang tepat bagi istilah antisipatif.

13. Memiliki komunikasi yang baik

Sekolah yang efektif umumnya memiliki komunikasi yang balk, terutama antar warga sekolah, dan juga sekolah-masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui. Dengan cara ini, maka keterpaduan semua kegiatan sekolah dapat diupayakan untuk mencapai tujuan clan sasaran sekolah yang telah dipatok. Selain itu, komunikasi yang balk juga akan membentuk teamwork yang kuat, kompak, clan cerdas, sehingga berbagai kegiatan sekolah dapat dilakukan secara merata oleh warga sekolah.

14. Sekoalh memiliki akuntabilitas

Akuntabilitas adalah bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan sekolah terhadap keberhasilan program yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk laporan prestasi yang dicapai clan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, clan masyarakat. Berclasarkan laporan hasil program ini, pemerintah dapat menilai apakah program MPMBS telah mencapai tujuan yang clikenclaki atau tidak. Jika berhasil, maka pemerintah perlu memberikan penghargaan kepada sekolah yang bersangkutan, sehingga menjadi faktor pendorong untuk terns meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang. Sebaliknya jika program tidak berhasil, maka pemerintah perlu memberikan teguran sebagai hukuman atas kinerjanya yang dianggap tidak memenuhi syarat.

Demikian pula, para orangtua siswa dan anggota masyarakat dapat memberikan penilaian apakah program ini dapat meningkatkan prestasi anak-anaknya secara individual dan kinerja sekolah secara keseluruhan. Jika berhasil, maka orangtua peserta didik perlu memberikan semangat dan dorongan untuk peningkatan program yang akan datang. Jika kurang berhasil, maka orangtua siswa dan masyarakat berhak meminta pertanggungjawaban dan penjelasan sekolah atas kegagalan program MPMBS yang telah dilakukan. Dengan cara ini, maka sekolah tidak akan main-main dalam melaksanakan program pada tahun-tahun yang akan datang.

15. Sekolah memiliki kamampuan menjaga sustainabilitas

Sekolah yang efektif juga memiliki kemampuan untuk enjaga kelangsungan hidupnya (sustainabilitasnya) baik alam program maupun pendanaannya. Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program ang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program barn yang belum pernah ada sebelumnya. Sustainabilitas pendanaan dapat ditunjukkan oleh kemampuan sekolah dalam mempertahankan besarnya dana yang dimiliki dan bahkan makin besar jumlahnya. Sekolah memiliki kemampuan menggali sumberdana dari masyarakat, dan tidak sepenuhnya menggantungkan subsidi dari pemerintah bagi sekolah-sekolah negeri.

TATA TERTIB SISWA DAN GURU

TATA TERTIB GURU

I. PENDAHULUAN

A. Tata tertib dibuat dengan tujuan agar menjadi pedoman bagi guru dalam melaksanakan tugas, tanggung jawab, dan kewajibannya selaku pengajar dan pendidik demi tercapai tujuan pendidikan nasional berdaskan Pancasila dan UUD 1945.

B. Tata tertib ini dibauat dengan mengacu ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh Pemerintah Pusat c.q. Departemen Pendidikan Nasional dan Pemerintah Provinsi Daerah, serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.

II. TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB GURU

A. Guru bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah dan memiliki tugas dan kewajiban melaksanakan proses pembelajaran secara aktif, efektif, dan efisien.

B. Tugas dan Tanggung Jawab Guru :

1. Menyusun Program Pembelajaran ( Prota, Promes, Pemetaan SK/KD, RPP ).

2. Menyusun Silabus Pembelajaran.

3. Melaksanakan Program Pembelajaran.

4. Melaksanakan Evaluasi Hasil Pembelajaran (Ulhar, UTS, UAS ) dan bertanggung jawab atas pencapaian target kurikulum.

5. Mengadakan pengembangan setiap bidang pembeajaran yang menjadi tangung jawabnya.

6. Membuat analisis hasil ulangan harian yang telah dilakukan.

7. Menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan.

8. Meneliti daftar hadir siswa sebelum memulai pembelajaran.

9. Membuat dan menyusun lembar kerja untuk mata pelajaran yang memerlukan lembar kerja.

10. Membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar masing-masing siswa.

11. Membersihkan ruang tempat praktik, pengembalian alat pinjaman, pemeliharaan dan keamanan sarana.

12. Memeriksa dan memastikan siswa memahami penggunaan alat-alat kerja/belajar untuk menghindarkan kerusakan dan kecelakaan dalam praktik/ pembelajaran.

13. Mengadakan pemeriksaan, pemeliharaan dan pengawasan kebersihan masing-masing alat praktik lainnya pada setiap akhir pembelajaran.

14. Mencatat/mengisi buku kegiatan kelas, buku jurnal kelas setiap selesai pembelajaran.

15. Menyelesaikan sendiri masalah siswa dalam hubungannya dengan mata pelajaran yang diampunya.

16. Menyampaikan kepada guru BP/BK/Wali Kelas tentang masalah-masalah siswa yang bersifat khusus.

III. KEWAJIBAN

Di samping tugas dan tanggung jawab yang di embannya, guru harus menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Tanah Air, Bangsa dan Negara sehingga guru memiliki kewajiban sebagai berikut:

  1. Menjaga kode etik keguruan.
  2. Mengikuti Upacara Bendera setiap hari Senin dan upacara-upacara hari besar nasional.
  3. Menghadiri rapat-rapat dinas yang diadakan sekolah.
  4. Membimbing peserta didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
  5. Hadir 10 menit sebelum KBM dimulai bagi guru dan 15 menit sebelum KBM dimulai bagi Wakasek dan Staf.
  6. Mengenakan seragam guru yang telah ditentukan (Khusus Ibu Guru menggunakan Rok/tidak menggunakan celana panjang pada saat mengajar)
  7. Berpenampilan rapi dan sopan.
  8. Menandatangani daftar hadir / absensi komputer.
  9. Masuk dan keluar kelas tepat waktu (sesuai jam pelajaran).
  10. Memberitahukan kepada Kepala Sekolah bila berhalangan hadir dan menyampaikan tugas untuk siswa.
  11. Menyiapkan program pembelajaran pada awal tahun pelajaran.
  12. Menyerahkan perangkat pembelajaran pada setiap semester dan akhir tahun pelajaran.
  13. Turut mengamankan kebijakan Kepala Sekolah.
  14. Membantu menegakkan disiplin sekolah.
  15. Peduli terhadap kebersihan, ketertiban, dan keindahan lingkungan sekolah.
  16. Tidak merokok di lingkungan sekolah.
  17. Menjalin hubungan kekeluargaan sesama warga sekolah.
  18. Memiliki loyalitas dan dedikasi yang tinggi.
  19. Siap melaksanakan tugas yang diberikan oleh pimpinan sekolah.
  20. Memberi laporan pelaksanaan tugas yang telah dilaksanakan kepada Kepala Sekolah.

IV. LARANGAN :

  1. Dilarang meninggalkan kelas pada waktu mengajar, tanpa seizin atasan.
  2. Dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan martabat sekolah.
  3. Dilarang menggunakan barang-barang milik sekolah untuk kepentingan pribadi tanpa izin Kepala Sekolah.
  4. Mempercepat pulang siswa sebelum waktunya tanpa seizin Kasek/Wakasek.
  5. Melakukan Kutipan Uang kepada siswa tanpa sepengetahuan dan koordinasi dengan Kasek/Wakasek
  6. Menindak siswa di luar batas pembinaan pendidikan.
  7. Pada saat KBM tidak diperkenankan:

a. Menerima panggilan telepon/mengaktifkan HP.

b. Menerima tamu, membawa anak di dalam kelas.

c. Berjualan atau menawarkan barang dagangan.

d. Menyuruh siswa meninggalkan kelas untuk keperluan lain seperti fotokopi, memesan/membeli makanan, dll.

e. Mengerjakan tugas lain kecuali yang berhubungan dengan KBM.

f. Mengenakan pakaian seragam di luar ketentuan yang berlaku .

IV. SANKSI BAGI PELANGGAR TATA TERTIB GURU DAN PEGAWAI

    1. Guru dan Pegawai yang tidak melaksanakan tugas 1 hari dan tidak menyertakan surat keterangan ( surat dokter bila sakit ) akan mendapat teguran lisan atau tertulis.
    2. Guru dan Pegawai yang sakit 3 hari atau lebih harus menyertakan surat keterangan dari dokter dan diperpanjang eiap 3 hari berikutnya.
    3. Guru dan Pegawai yang berencana izin dari tugas (izin hanya untuk 1 hari), sebelumnya minta izin langsung kepada Kepala Sekolah dengan menyerahkan surat permohonan izin dan melampirkan tugas untuk siswa.
    4. Guru dan Pegawai yang tidak hadir pada hari pertama setelah libur sekolah, akan mendapat teguran lisan maupun tertulis dari Kepala Sekolah, serta harus memberikan jawaban tertulis kepada Kepala Sekolah.
    5. Guru dan Pegawai yang tidak melaksanakan tugas sesuai tupoksi, akan mendapat teguran lisan maupun tertulis dari Kepala Sekolah.
    6. Guru dan Pegawai yang tidak mengikuti uoacara bendera rutin hari Senin/ upacara bendera hari – hari besar nasional akan mendapat teguran lisan maupun tertulis dari Kepala Sekolah.
    7. Guru dan Pegawai yang tidak mengenakan pakaian seragam Pakaian Dinas Harian (PDH) akan mendapat teguran lisan maupun tertulis dari Kepala Sekolah.
    8. Guru dan Pegawai yang datang terlambat /tidak memenuhi kewajiban jam kerja dinas akan mendapat teguran lisan maupun tertulis dari Kepala Sekolah.
    9. Guru dan Pegawai yang menghukum siswa-siswi secara fisik/terror dan melanggar norma hokum/ HAM, serta memungut uang iuran secara ilegal akan mendapat peringatan keras baik lisan maupun tertulis dari Kepala Sekolah.

TATA TERTIB PEGAWAI

KEWAJIBAN :

  1. Menaati ketentuan jam kerja, hadir tepat waktu.
  2. Menandatangani daftar hadir/absensi komputer.
  3. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab.
  4. Memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat sesuai bidang tugasnya masing-masing.
  5. Dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif.
  6. Berpakaian yang rapi dan sopan sesuai ketentuan yang berlaku.
  7. Menaati perintah kedinasan dari atasannya.
  8. Saling menghormati sesama pegawai dan guru.
  9. Menjaga nama baik profesi dan organisasi sekolah.
  10. Dapat menyimpan rahasia Negara/Sekolah.
  11. Jika tidak masuk kerja harus seizin atasan.
  12. Tidak merokok di lingkungan sekolah.

LARANGAN :

  1. Dilarang meninggalkan tempat tugas tanpa izin atasan.
  2. Dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan martabat sekolah.
  3. Dilarang menggunakan barang-barang milik sekolah untuk kepentingan pribadi tanpa izin Kepala Sekolah.

BAHAN DIKLAT CALON KEPALA SEKOLAH (CAKEP)

Bagi rekan-rekan yang memerlukan bahan diklat CAKEP (Calon Kepala Sekolah) saya rasa ga ada salahnya kalo mencoba membaca-baca bahan yang ada dalam Blog ini, mudah-mudahan bahan iatu bisa membantu rekan-rekan untuk menjadi wawasan sebelum terjun dalam arena pelatihan... Ya hitung-hitung warming up dulu deh...hehehehe...silahkan dan monggo untuk di unduh...semoga bermanfaat...

SILAHKAN DI KLIK PADA JUDULNYA>>>>
1. PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN...
2. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMATIKA DALAM PENINGKATAN MUTU PEMBELAJARAN DAN MANAJEMEN...
3. OPERASIONAL RAPBS PROPOSAL DAN KERANGKA ACUAN KEGIATAN...
4. MEJEMEN SARPRAS PENDIDIKAN PERSEKOLAHAN BERBASIS SEKOLAH...
5. MANAJEMEN PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KTSP...
6. MENEJEMEN KESISWAAN...
7. EVALUASI PROGRAM SUPERVISI PENDIDIKAN...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Laundry Detergent Coupons